Hari ini, setelah aku menghabiskan hari dengan beristirahat penuh di tempat tidur, kemudian membersihkan & merapikan kamar kos, akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke gereja yang kebetulan sangat dekat dengan kos. Entah apa yang mendorongku untuk pergi ke gereja, padahal minggu lalu pun aku hampir menerbangkan diriku ke gereja (maaf untuk bersikap terlalu dramatis).
Hari ini aku ke gereja, entah mengapa, ada kerinduan untuk mengunjungi rumah ibadah-Nya, setelah sekian lama aku tidak mengunjungi rumah ibadah-Nya. Rasa aman dan nyaman menyelimuti hatiku mulai dari aku masuk, mengambil air suci lalu membuat tanda salib, ketika aku kemudian duduk, berdoa, mengucap syukur. Aku kemudian tersenyum dan merasa tenang. Kemudian, jeda waktu yang cukup banyak menanti para petugas liturgi datang dan aku pun sempat tenggelam dengan kenanganku tentang gereja….
Untuk diriku, banyak sekali kenangan tentang gereja. Aku dulu pernah aktif sebagai pelayan gereja. Ketika duduk di bangku sekolah dasar, aku menjadi Misdinar, putra putri Altar yang membantu Romo melayani umat selama misa berlangsung. Saat menjelang kelulusan SMP, Romo pernah bertanya kepadaku, “Danar, apakah kamu tidak tertarik menjadi Pastur, masuk Seminari, menjalani pendidikan untuk menjadi Pastur?”
Aku termenung mendengar pertanyaan tersebut, sambil merapikan baju putra Altar, aku hanya menjawab, “Apakah menurut Romo saya pantas menjadi seorang Pastur?”
Romo tersenyum dan berkata “Coba kamu pikirkan terlebih dahulu.”
Kemudian, aku pulang dan menceritakan hal tersebut kepada bapak dan mama. Mereka berkata sambil tersenyum, “Romo juga sudah bicara kepada kami, tetapi itu semua terserah kamu, karena kamu yang akan menjalani itu semua.”
Jawaban yang sama aku dapatkan untuk setiap hal yang hendak kujalani dalam hidup ketika aku berkonsultasi mengenai sekolah, pilihan studi, bahkan pekerjaan. Pada saat itu, akhirnya aku memutuskan tidak masuk Seminari, tetapi terus melayani-Nya di gereja. Ketika aku mulai menyadari bahwa aku dilahirkan berbeda, aku merasakan kegundahan dan kegelisahan untuk dapat bercerita kepada orang lain. Namun, aku pun memutuskan untuk tetap pergi ke gereja dan masuk ke bilik pengakuan. Di situ aku berbicara kepada Romo yang dulu pernah memberikan pertanyaan tentang kemungkinan aku masuk ke seminari & menjadi seorang Pastur
Ketika aku mulai menyadari bahwa aku dilahirkan berbeda, aku merasakan kegundahan dan kegelisahan untuk dapat bercerita kepada orang lain.
Kukatakan kepadanya, “Romo, apakah aku berdosa ketika aku menyukai dan mencintai laki-laki? Apakah aku berdosa menyukai teman sekolahku yang laki-laki, tidak hanya sekedar teman, tetapi ingin memiliki dan merangkulnya lebih?”
Romo tersebut terhenyak, terkejut, kemudian dengan bijak dan tanpa nada menghakimi, dia berkata,”Cobalah kamu berdoa kepada-Nya dan memohon petunjuk terhadap masalahmu itu.”
Entah mengapa, yang kuingat, ketika Romo mengucapkan kalimat tersebut, aku sedikit merasa lega. Dia tidak menjaga jarak, tidak memberikan pandangan yang menghakimi maupun melecehkan, bahkan Romo tidak pernah menceritakan hal tersebut kepada orangtuaku. Aku merasa aman, tenang, & nyaman, ketika Romo tidak memberikan pertanyaan yang menghakimi.
Ketika aku keluar dari gereja, mengambil air suci, membuat tanda salib, kulihat gambar pohon terang yang begitu besar terpasang tepat di pintu keluar gereja. Aku kembali tersenyum. Suasana gereja menghadirkan rasa aman, tenang, & nyaman.
Terima kasih Tuhan.
***
Danar, atau yang akrab dipanggil Flo—lahir di Jakarta 27 April 1980. Semasa remaja ia aktif di organisasi debat bahkan sempat menjabat sebagai pelatih di sekolahnya. Kini, ia menjalani kiprah praktisi sumber daya manusia di perushaan nasional dan multinasional. Di waktu senggangnya Flo gemar menulis. Sapa Flo melalui akun twitternya @pramidanarto.
BE A HERO, PARTICIPATE! Anda dapat berbagi kisah Anda saat melela dan menceritakan bagaimana orang-orang yang Anda cintai mampu menerima diri Anda dengan baik. Baca langkah-langlah pengiriman kisah di menu Share Your Story. Kisah Anda akan menjadi bukti nyata akan Indonesia yang inklusif dan berpikiran terbuka.
No Responses to “Kedamaian Danar”