Menyadari bahwa diriku terlahir berbeda sudah sedari kecil. Semenjak duduk di sekolah dasar, aku sudah melihat bahwa diriku tidak terlahir seperti teman laki-laki lain di sekolah. Aku lebih lembut dan lebih nyaman bergaul dengan wanita. Pertemananku dengan wanita jauh lebih nyambung. Aku mengerti bagaimana perasaan mereka, bagaimana mereka berpikir, dan tahu bagaimana memperlakukan teman-teman wanitaku dengan baik.
Konsekuensinya, karena sering berteman dengan wanita, aku jadi sering dipanggil “banci” di sekolah. Hatiku sakit dan tidak banyak yang bisa aku lakukan. Aku sempat merasa seperti orang aneh dan dikucilkan oleh sebagian teman-teman. Kalau bermain basket atau sepakbola, aku selalu menjadi orang terakhir yang dipilih oleh teman-teman. Namun, aku mengarahkan situasi tersebut ke arah yang positif. Diejek “banci” oleh teman-teman memang menyakitkan, tetapi mental dan karakterku menjadi jauh lebih kuat dibanding teman-teman yang lain.
Diejek “banci” oleh teman-teman memang menyakitkan, tetapi mental dan karakterku menjadi jauh lebih kuat dibanding teman-teman yang lain.
Hal ini semakin aku rasakan ketika beranjak dewasa. Yang namanya orang hidup, banci atau bukan, dan gay atau bukan, selalu ada saja orang lain yang ngomongin di belakang. Namun, jika diperhatikan, cerita-cerita tersebut bisa saja kurang atau berlebihan. Sebagai manusia, tidak yang bisa kita lakukan untuk mengubah mereka, tetapi aku bisa memilih bagaimana saya menyikapi hal-hal tersebut. Selama aku bahagia dengan hidupku dan sadar bahwa aku tidak merugikan orang lain, mengapa aku harus peduli dengan omongan orang?
***
Bersama keluargaku, aku tidak pernah membicarakan tentang identitasku dengan terang-terangan. Namun, aku yakin ibu mengetahui hal ini. Sampai hari ini, aku melihat ibuku adalah sosok wanita yang hebat. Aku tahu, hidup ibuku tidak selalu mudah, tetapi ia tidak pernah menunjukkan kesulitannya di depan anak-anaknya. Ia ingin anak-anaknya tidak perlu mengkhawatirkan dirinya. Kebutuhanku selalu dicukupi oleh ibuku. Aku sangat berhutang budi kepada ibuku. Sekarang, dengan penghasilan yang kumiliki, aku berusaha meringankan beban ibu, misalnya dengan membantu biaya sekolah adikku.
Walaupun aku tidak pernah melela secara terang-terangan kepada keluargaku, aku menunjukkan diriku apa adanya dan tidak menutupinya. Tidak hanya di depan ibuku, tetapi kedua saudara laki-lakiku juga. Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kami semua laki-laki. Pernah suatu ketika kakakku yang paling besar mengatakan sesuatu kepadaku. Saat itu kami baru pulang dari pergi bersama teman-teman.
Walaupun aku tidak pernah melela secara terang-terangan kepada keluargaku, aku menunjukkan diriku apa adanya dan tidak menutupinya.
Di perjalanan pulang, tiba-tiba ia mengatakan, “Aku tahu, lagi, kamu sekarang pacaran sama Si A. Nggak papa, kok. Jika kamu bahagia, aku juga bahagia. Tapi kamu harus mengetahui bagaimana cara terbaik menyampaikan ini kepada adik kamu yang paling kecil…”
Aku bahagia sekaligus kaget saat kakakku mengatakan itu. Dari kami tiga bersaudara, aku adalah satu-satunya saudara mereka yang terlahir berbeda. Aku masih menunggu saat yang tepat untuk menyampaikan identitasku kepada adikku yang paling kecil. Jika ia sudah cukup umur untuk memahami identitasku, aku ingin mengatakan kepadanya.
Sampai sekarang, pendekatan yang kulakukan adalah memperlihatkan diriku dan memperkenalkan duniaku yang sebenarnya pada adikku. Di dunia pekerjaan, aku dikeliling oleh orang-orang sepertiku. Aku ingin adikku melihat ini, jadi, ketika ia sudah besar, ia tidak kaget dan dapat menghargai orang-orang sepertiku. Kami berbeda sekaligus punya kesamaan seperti orang-orang lain. Kami sekolah, bekerja, dan mencari uang. Sama-sama makan nasi, nggak ada bedanya, kok.
***
Khrisna Siddharta kini bekerja sebagai manajer ruang retail di Foundry 8 yang berada di kawasan premium Kawasan Niaga Terpadu Sudirman, Jakarta. Di samping itu, Kina—begitu ia akrab disapa—juga membantu penyanyi Andien dan Dira Sugandi sebagai pengarah gaya. Korespondensi dengan Kina dapat dilakukan melalui twitter @kinasiddharta.
BE A HERO, PARTICIPATE! Anda dapat berbagi kisah Anda saat melela dan menceritakan bagaimana orang-orang yang Anda cintai mampu menerima diri Anda dengan baik. Baca langkah-langkah pengiriman kisah di menu Share Your Story. Kisah Anda akan menjadi bukti nyata akan Indonesia yang inklusif dan bhineka
9 Responses to “Kisah Khrisna Siddharta”
July 4, 2015
Adhel RusdNice story. Masa kecil gw pun demikian, dipanggil “banci” krn sering bergaul dgn tmn2 perempuan sedari SD. Pun gw jg lebih nyambung ngobrol dgn kaum hawa. Anyway, salam kenal.
July 8, 2015
agamirip kisah saya di masa kecil, ejekan ‘banci pada saat smp saya kalahkan dengan menjadi ‘anak nakal’, dan ‘pemberani’, namun sayangnya saya tak memiliki keberanian untuk coming out hingga di usia saya saat ini…., tak ada di keluarga yang tahu bahwa saya ‘beda’, mungkin saja mereka ‘tahu’ tapi memilih diam karena takut mungkin akan melukai perasaan saya….
saya tahu sulit menjadi gay dalam kehidupan , meski di televisi, dan banyak media terpampang nyata, mereka terbuka kendati ada tag line “don’t ask don’t tell”, saya respect pada mereka yang mau terbuka dan didukung keluarga, teman, lingkungan, mungkin saya akan tetap menjadi kepompong hingga akhir hayat 🙂
July 9, 2015
AdminTekanan dan intimidasi dari masyarakat bisa mengakibatkan seseorang semakin enggan untuk membuka dirinya. Selain kisah di halaman ini, jagoan kami yang lain, seperti Tri Handoko, misalnya, juga sempat mengalami hal yang serupa. Mungkin seperti teman-teman semua, ia pun sempat berkecil hati. Namun, semenjak beliau memenangkan piala Runner-Up untuk kategori Casual Wear dalam Lomba Disain Busana yang diadakan oleh Majalah Sarinah pada tahun 1989, Tri Handoko telah menyabet penghargaan di berbagai ajang, seperti Nokia Fashion Award sampai Mercedes Benz Fashion Festival.
Baca kisah Tri Handoko di sini: http://melela.org/tri-handoko-berbesar-hati-dan-memaafkan/
January 21, 2016
Reyza harahapSedih ketika mendengar ejekan “banci”, tapi itulah nyatanya,
Menjadi “sakit” seperti ini bukan pilihan kita tapi sudah takdir agar manusia tidak bertanya kepada “Tuhan”, tapi sudah d buktikan dengan keberadaan “kita”
Salam kenal dari reyza Jogja
January 22, 2016
RyanMenurut saya Banci, Gay, Lesbian jangan pernah dipandang sebelah mata… Siapa sih yang mau dilahirkan sebagai “Banci”, “Gay”, “Lesbian”… Gak ada orang yang mau dilahirkan berbeda dari yang lainnya… Tapi itu karunia yang diberikan Tuhan yang harus disyukuri…
September 23, 2016
FajarMirip sekali dengan kisah saya sewaktu kecil. Memang dikeadaan “berbeda” memanglah sulit.
May 4, 2017
RickyKisahnya mirip kisah saya, diolok banci, bencong, sejak sd sampai sekarang…., Tapi saya balas dengan prestasi, saya selalu mendapat ranking 1 sampai lulus SMA, lulus S2 dengan predikat cumlaude dari universitas terbaik Indonesia. Saat saya lulus S1 dan bekerj, saya putuskan untuk coming out ke ortu, dengan pertimbangan saya sudah mandiri, tidak bergantung secara ekonomi, dan kalaupun saya disisihkan dari keluarga,saya bisa tetap bertahan. Di luar dugaan ortu merangkulku,
dan mereka bangga terhadap ku dan menyayangiku apa adanya. Saat itu lah aku semakin bersemangat hidup. Dan semakin berprestasi. Aku belajar mencintai diriku apa adanya untuk bisa mengasihi sesamaku. My parent..my Hero.
March 21, 2018
Elantharansaya gak berani melela takut hasilnya kebalik
sangat tersiksa hidup begini
June 17, 2018
BarakudaMelela itu maksudnya apa ya?? coming out maksudnya? btw Krisnhna Siddharta itu cakep bener ya…pasti banyak cewek dan cowok yang kepincut,,he,,he. ngomong-ngomong saya juga pernah diejek bencong saat kecil sampai SMP, saya tonjok dan tendang aja orang-orang seperti itu, pada nangis itu teman-teman gue yang membully saya ..ha,..ha,,,sampai beberapa kali dipanggil keruang kepala sekolah, LMAO…sampai sekarang pun di tempat kerja saya sering dicap sebagai Gay, saya gak tahu kenapa mereka tahu saya Gay… padahal saya bersikap biasa aja dan jarang juga bergaul dengan teman-teman sekantor. Mungkin mereka menyangka saya gay karena saya sudah berumur 30 tahun tapu belum menikah juga padahal junior junior saya yang 3 tahun lebih mudah sudah punya anak. Susah kalau kerja di Pemerintahan bagi seorang Gay, pasti sering ditanya mengenai keluarga dan orientasi seksualnya…Life is sucks!