Pada 27 Februari 2016 lalu, saya menuliskan sebuah surat di blog pribadi saya yang ditujukan kepada teman dan sahabat LGBT se-Indonesia. Entri tulisan saya saat itu adalah tanggapan pribadi akan apa yang terjadi belakangan ini.
Terus terang, saya khawatir. Dari mulai social media, grup chatting, sampai narasi yang dibangun di media-media mainstream terasa mulai aneh menanggapi teman-teman LGBT saya. Saya merasakan nuansa paranoid yang luar biasa akan keberadaan LGBT. Saya menyayangkan hal tersebut.
Entri tulisan saya saat itu adalah tanggapan pribadi akan apa yang terjadi belakangan ini.
Hal yang paling meresahkan diri saya adalah ketika teman-teman di social media mulai meneruskan artikel-artikel yang mengarah ke ujaran kebencian terhadap kelompok minoritas. Kelompok masyarakat yang tidak memahami isu dengan lengkap dapat terpancing melakukan tindakan kekerasan.
Dari dulu, saya adalah orang yang mudah tersentuh akan isu-isu kelompok minoritas. Mungkin, di satu sisi, saya mengerti perasaan mereka ketika harus ditekan dan dipojokkan karena saya sendiri pun mungkin adalah minoritas. Saya beragama Protestan dan berketurunan Tionghoa. Saya memahami perasaan teman-teman LGBT.
Namun, menjadi minoritas memiliki kelebihan pula. Menjadi minoritas membuat saya lebih peka akan hal-hal yang terjadi di sekitar saya. Menjadi minoritas membuat saya lebih sensitif ketika diskriminasi terjadi dan orang lain tidak dapat melihatnya atau merasakannya. Saya yakin, ini adalah kelebihan yang dirasakan kelompok minoritas, termasuk teman-teman LGBT.
Saya percaya dunia menuju ke penghargaan yang lebih baik terhadap semua manusia–dari mulai masyarakat kulit hitam, hak-hak wanita, sampai kelompok LGBT. Isu LGBT adalah isu kemanusiaan yang, menurut saya, agak terlambat dibicarakan, tetapi saya ingin sampaikan kepada teman-teman LGBT bahwa kalian tidak sendirian, kok.
***
Berikut adalah pesan yang saya tuliskan kepada teman-teman LGBT di blog saya….
Kepada kaum LGBT di Indonesia, sesama manusia dan saudara sebangsa.
Saya menuliskan ini, karena kepikiran dengan segala pemberitaan, isu, rumor, sampai fitnah yang berkembang akhir-akhir ini menyangkut kamu.
Saya pernah membaca, “Privilege is invisible to whose who have it”. Hak istimewa (privilege) tidak terlihat dan dirasakan oleh orang yang memilikinya. Menjadi orang kulit di putih di AS tidak merasakan privilege berkulit putih, karena mereka tidak pernah menjadi kulit hitam atau kuning yang harus menghadapi rasisme. Menjadi pria di dunia korporat mungkin tidak merasakan privilege berpenis, karena mereka tidak pernah menjadi perempuan yang harus menghadapi diskriminasi gender. Menjadi Sarjana mungkin tidak merasakan privilege akses pendidikan tinggi, karena tidak pernah merasakan menjadi mereka yang untuk menyelesaikan SD saja susah sekali.
Hak istimewa (privilege) tidak terlihat dan dirasakan oleh orang yang memilikinya.
Memiliki orientasi heteroseksual mungkin membuat saya tidak menyadari memiliki privilege itu, karena saya tidak pernah merasakan menjadi minoritas yang memiliki orientasi seks yang berbeda. Tetapi saya tetap memberanikan diri menulis surat ini kepada kamu. Walaupun saya memiliki orientasi seks “mayoritas”, toh saya memiliki etnis dan keyakinan minoritas, dan juga pernah menghadapi kebencian, pelecehan, dan hinaan. Mungkin saya bisa berempati denganmu, walau hanya sedikit. Mungkin.
Akhir-akhir ini ada begitu banyak prasangka, kecurigaan, dan kebencian yang beredar terhadapmu. Mungkin sebagian dari kamu kaget, bahkan teman, kolega, atau keluargamu yang kamu pikir selama ini baik kepadamu, bisa tiba2 ikut menyebar postingan WA, FB, atau social media lain yang menggambarkan kamu seolah2 bukan manusia, lebih rendah dari binatang, atau penderita sakit menjijikkan yang harus dijauhi seperti kalau tidak menular.
Sebagian besar dari orang yang membencimu, adalah karena mereka tidak mengerti. Mereka belum memiliki pengetahuan cukup, dan sifat manusia adalah membenci sesuatu yang tidak mereka mengerti. Tanpa pengetahuan, maka mereka mudah percaya hal-hal tak berdasar. Mereka mengira bahwa orientasi seks adalah sepenuhnya pilihan, layaknya memilih jurusan kuliah (sehingga bisa “ditularkan”), walaupun telah begitu banyak penelitian mengindikasikan orientasi seks sangat ditentukan sejak lahir oleh genetika dan juga struktur otak. Mereka mengira bahwa orientasi seks sebagai pilihan ganda dengan hanya 2 pilihan: hetero atau gay/lesbian, padahal berbagai studi menunjukkan orientasi seks sebagai spektrum dengan beberapa tingkatan. Mereka mengira kamu dan kaummu sibuk menyusun agenda konspirasi untuk menguasai dunia, padahal kamu tidak berbeda dan saya, hanya ingin bersekolah, mencari nafkah, berbakti pada orang tua, dan juga mendapatkan cinta.
Sebagian besar dari orang yang membencimu, adalah karena mereka tidak mengerti.
Kepada mereka yang membenci karena tidak mengerti, maafkanlah mereka karena mereka tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Sabar dan tabah lah. Ratusan tahun yang lalu, manusia mengira ada jenis manusia lain yang layak dijadikan budak. Sekarang perbudakan rasanya sudah hampir musnah sama sekali. Sampai puluhan tahun yang lalu, di beberapa negara, mereka yang berkulit hitam dianggap inferior dan lebih rendah dari yang berkulit putih. Sekarang sudah ada presiden negara adidaya berkulit hitam. Sampai puluhan tahun yang lalu, perempuan dianggap tidak boleh memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Sekarang, mulai terlihat kebangkitan perempuan di mana-mana, bahkan bisa menduduki posisi penting di perusahaan dan pemerintahan.
Sejarah menunjukkan spesies manusia bergerak perlahan menjadi lebih bijak, seiring dengan bertambahnya pengetahuan dan pengertian mereka. Perjalanan ini memang tidak mulus, penuh jatuh bangun, bahkan terkadang langkah mundur. Ada sebagian orang yang berusaha ingin memundurkan kebijaksanaan kolektif kita. Tetapi sejarah menunjukkan pemahaman kemanusiaan (humanity) akhirnya bergerak maju dan lebih universal.Di beberapa negara di dunia, pengakuan atas kaum mu sebagai manusia yang sama haknya dengan manusia lain telah terjadi, sesuatu yang tak terbayangkan 100 tahun yang lalu.
Kepada mereka yang membenci karena tidak mengerti, maafkanlah mereka karena mereka tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Sabar dan tabah lah.
Kepada mereka yang membenci kamu karena tidak mengerti, kamu hanya bisa sabar, sambil tetap menunjukkan bahwa apa yang mereka takutkan dan tuduhkan tanpa alasan itu sebenarnya tidak benar. Sayangi mereka anyway, dan berharap lambat laun mereka melihat kamu sebagai manusia juga. Tunjukkan bahwa kamu sama dengan saya, manusia biasa. Kita berdarah sama merah, kita tertawa sama lantang, dan kita menangis sama air matanya.
Pastinya tidak akan terjadi dalam semalam. But have some faith, that mankind will become wiser.
Tetapi ada jenis orang lain yang berbeda dari yang di atas, mereka yang membencimu karena kebencian itu memberikan keuntungan bagi mereka. Mereka yang mengobarkan kebencian kepadamu, karena itu membuat mereka populer.
Mereka yang mengobarkan kebencian kepadamu, karena itu membuat jubah agama mereka terlihat lebih suci, menyembunyikan hitamnya hati mereka.
Mereka yang mengobarkan kebencian kepadamu, karena itu membuat partai politik mereka lebih menarik merebut suara pemilih.
Mereka yang mengobarkan kebencian kepadamu, karena mereka perlu kambing hitam untuk semua masalah hidup mereka sendiri. Bagaikan Adolf Hitler dahulu menyalahkan semua masalah Jerman kepada kaum Yahudi.
Tetapi ada jenis orang lain yang membencimu karena kebencian itu memberikan keuntungan bagi mereka.
Mereka yang mengobarkan kebencian kepadamu, karena mereka iri dan dengki dengan prestasi, pencapaian, dan kebahagiaanmu, dan mereka akan mencari alasan apapun untuk merampok kamu dari semua itu.
Orang-orang inilah serigala paling kejam, dengan mulut berbusa penuh kekejaman dan kejahatan. Mereka sebenarnya tidak peduli dengan orientasi seks kamu, tetapi mereka membutuhkan kamu sebagai sarana untuk memenuhi nafsu popularitas, ketenaran, kekuasaan, kemunafikan, dan kedengkian mereka. Mereka membenci bukan karena tidak mengerti, tetapi mereka membenci karena itu menguntungkan mereka.
Kepada orang-orang ini, waspadalah. Karena darah manusia lain pun tercium harum di hidung mereka selama itu menguntungkan mereka. Kita hanya bisa berharap, jumlah mereka hanya sedikit dan pengaruh mereka terbatas. Dan pemimpin-pemimpin kita diberi petunjuk untuk mengalahkan kaum buas ini. Beberapa dari mereka akan mengusung kata “dosa” untuk mengipasi api kebencian. Karena “dosa” dan “agama” seringkali dijadikan barang dagangan yang cepat laku, dengan pembeli yang mau ditipu orang-orang tak bertanggung-jawab. Bagi saya, dosa atau tidak, adalah urusan individu, antara kamu dan Tuhanmu. Saya sebagai manusia tidak boleh mengambil peran Tuhan, satu-satunya hakim yang bisa menentukan seseorang berdosa atau tidak, masuk surga atau neraka. Saya juga terdakwa di mata Tuhan, jadi bagaimana saya bisa menjadi hakim juga?
Mereka iri dan dengki dengan prestasi, pencapaian, dan kebahagiaanmu, dan mereka akan mencari alasan apapun untuk merampok kamu dari semua itu.
Saya bukan Tuhan, saya manusia. Dan kewajiban saya sebagai manusia adalah memperlakukan sesama manusia sebagai, well, “manusia”. Tidak lebih, tidak kurang, tanpa memandang ras, suku, agama, orientasi seks. Itu lah mengapa saya menerimamu sebagai manusia. Saya menerimamu sebagai guru, sebagai kolega, sebagai teman, sebagai dokter, sebagai client, sebagai artis, sebagai pemilik toko, dan sebagai apapun peran yang saya akan temui – karena kamu adalah manusia. Titik.
Dan jika saya mempunyai anak, itu juga yang akan saya tekankan kepada dia. Perlakukan manusia sebagai manusia, jangan bedakan gender, suku, ras, agama, dan orientasi seks-nya. Saya hanya bisa bermimpi, anak dan cucu saya bisa besar di dunia di mana dia tidak perlu lagi penekanan itu.
Someday, when mankind is wiser.
Kira-kira begitulah surat yang saya tuliskan kepada teman-teman LGBT di blog saya. Penulisan itu didasari atas kekhawatiran yang terjadi ketika media sosial dan media mainstream tidak menggambarkan situasi LGBT sebenarnya.
Buat teman-teman non-LGBT yang membaca blog saya dan penulisan ini, saya paham jika butuh waktu untuk memahami seksualitas. Adalah hak teman-teman semua jika masih tidak setuju dengan keberadaan LGBT, tetapi harus diingat bahwa ketidaksetujuan itu sebaiknya tidak membuat teman-teman non-LGBT menjadi orang yang menyebarkan kebencian.
Buat teman-teman non-LGBT yang membaca blog saya dan penulisan ini, saya paham jika butuh waktu untuk memahami seksualitas.
Saya bekerja di dunia yang ramah terhadap kelompok LGBT. Ada kok industri-industri yang ramah terhadap LGBT. Industri-industri ini mementingkan apa yang bisa kamu lakukan di pekerjaan kamu, bukan mementingkan siapa pacar kamu. Di dunia periklanan, saya mengenal mereka dan berhubungan langsung dengan mereka. LGBT menjadi rekan kerja saya, sebagai anak buah saya, sampai sebagai klien. Dengan pemahaman itulah saya dapat mengatakan bahwa opini dan ketakutan yang dilukiskan oleh media sungguhlah tidak beralasan. Tidak ada tuh, “propaganda” atau pun gerakan yang mengajak saya untuk mengubah identitas saya.
Beberapa teman saya sempat menanyakan apakah saya merasa terganggu harus berinteraksi dengan LGBT. Dengan bahasa yang lebih mudah, teman saya ini menanyakan,
“Emangnya nggak pernah digodain?” Saya menjawab,
“Pernah.” Lalu, kenapa?
Apa bedanya kalau ada perempuan yang digoda oleh lelaki yang tidak disukainya? Perempuan itu bisa menolak. Begitu pula saya. Jadi, menurut saya nggak masalah kalau mendapatkan pengalaman tersebut.
***
Henry Manampiring kini menjabat sebagai Head of Strategy di biro iklan Leo Burnett Indonesia. Ia telah menekuni dunia periklanan semenjak tahun 2003. Om Piring–begitu ia akrab disapa di social media ask.FM–menamatkan pendidikan di bidang akuntansi dari Universitas Padjajaran Bandung dan mendapatkan beasiswa untuk meneruskan pendidikan MBA di Melbourne Business School, Australia. Di akhir 2015, ia menerbitkan buku berjudul The Alpha Girl’s Guide: Menjadi Cewek Smart, Independen, dan Anti-galau. Sapa Om Piring di akun ask.FM @Manampiring atau Twitter di @Newsplatter.
BE A HERO, PARTICIPATE! Anda dapat berbagi pengalaman terkait dengan komunitas LGBT Indonesia. Kirimkan cerita Anda ke contact@melela.org dan temukan langkah-langkah pengiriman kisah di menu Share Your Story di bagian atas halaman ini. Kisah Anda akan menjadi bukti nyata akan masyarakat Indonesia yang inklusif dan berpikiran terbuka.
3 Responses to “Pesan Om Piring Buat Teman-teman LGBT”
August 5, 2016
bobidapet banget
August 28, 2016
WidyTulisan yg sangat menyentuh hati dengan fakta yg aktual.
Terima kasih om piring.
August 11, 2017
BrennaI got what you intend, thanks for posting. Woh I am happy to find this blog through google.