Saya dulu memiliki tubuh yang kecil kurus dan sempat tidak percaya diri karena bentuk tubuh saya. Kemudian, saya mulai berolah raga untuk meningkatkan berat badan dan mulai melihat manfaatnya. Dari mula hanya sebagai kegemaran, kemudian ada seorang rekan yang mengajak saya bergabung untuk menjadi personal trainer.
Ketika saya memutuskan menjadi seorang personal trainer, ada teman saya yang mengatakan, bahwa setelah satu tahun menjadi seorang personal trainer, saya pasti akan berubah menjadi seorang gay. Awalnya, saya bingung dari mana anggapan ini.
Ketika saya memutuskan menjadi seorang personal trainer, ada teman saya yang mengatakan, bahwa setelah satu tahun menjadi seorang personal trainer, saya pasti akan berubah menjadi seorang gay.
Ternyata, pusat kebugaran memang menjadi salah satu tempat yang kerap dikunjungi oleh mereka yang terlahir berbeda, khususnya gay. Bisa dikatakan, mereka adalah kalangan masyarakat yang peduli akan penampilan dan berat badan. Kebanyakan anggota pusat kebugaran adalah gay. Ini terjadi di hampir semua pusat kebugaran. Namun, para non-LGBT dan LGBT bisa berbaur dengan harmonis di sini. Mereka saling menghormati satu sama lain. Gym adalah salah satu tempat yang dapat dijadikan contoh akan lingkungan yang inklusif dan menghargai perbedaan.
Pusat kebugaran adalah salah satu yang membentuk karakter para angotanya. Berlatih di pusat kebugaran membutuhkan disiplin yang tinggi. Makan, istirahat, dan olahraga harus teratur karena semuanya saling berkaitan. Dengan kata lain, menjalani gaya hidup yang sehat artinya juga melatih kedispilinan.
Anggapan teman saya bahwa saya bisa menjadi gay karena bekerja kerap bersinggungan dengan mereka yang terlahir berbeda pun juga tidak terbukti. Saat ini saya sudah empat tahun menjadi personal trainer di Fitness First Grand Indonesia, tetapi berhadapan dengan para pria gay tidak mengubah orientasi saya. Saat ini saya sedang menjalani hubungan serius dengan seorang wanita yang saya cintai.
Gym adalah salah satu tempat yang dapat dijadikan contoh akan lingkungan yang inklusif dan menghargai perbedaan.
Beberapa klien saya pun seorang gay. Mereka juga tidak menjadi straight karena kerap bersinggungan dengan saya. Gay atau tidak, bukanlah sesuatu yang dapat menular dan ditularkan. Kami tetap berbeda dan tetap mengormati satu sama lain dalam sebuah lingkugan bhineka yang harmonis.
***
Awalnya, memang saya sempat merasa takut ketika harus berhadapan dengan para pria gay. Saya merasa diri saya normal dan mereka tidak normal. Saya takut kalau saya kaan digoda oleh mereka yang tidak normal. Namun, kata seorang teman gay saya, ini adalah reaksi yang wajar karena, ketika itu, saya belum mendapatkan informasi yang cukup mengenai LGBT. Setelah berhadapan dengan mereka dan berinteraksi dengan mereka, saya jadi memahami mereka.
Setelah mengenal mereka, saya bisa mengatakan, seorang pria non-LGBT tidak usah merasa takut jika dirinya didekati oleh seorang gay. LGBT atau bukan, kita tidak bisa memilih siapa yang tertarik pada kita, tetapi kita bisa memilih bagaimana kita akan menyikapinya. Kebanyakan dari mereka mungkin hanya ingin memuji saja. Inilah yang suka disalahartikan.
Gay atau tidak, bukanlah sesuatu yang dapat menular dan ditularkan.
Pujian saya sikapi sebagai pujian. Jika ada yang memuji saya karena baru potong rambut, misalnya, saya ucapkan terima kasih dan setelah itu kita membicarakan hal lain, seperti Piala Dunia atau Pemilihan Presiden. Bahkan sering juga bercanda.
***
Menurut saya, pemahaman adalah salah satu kunci seseorang untuk tidak memberikan penghakiman. Teman gay saya juga mengatakan untuk tidak mengatakan istilah ‘normal’ karena sama seperti saya, mereka juga ‘normal’ kok. Kami hanya berbeda.
Bicara tentang pemahaman, saya punya sebuah cerita menarik. Suatu ketika, salah seorang klien saya mengajak saya ke sebuah klab malam. Saya menyetujui ajakannya dan berjanji akan bertemu di tempat tersebut. Ketika sampai di pintu masuk, saya merasa banyak orang yang yang menatap saya. Semua yang menatap saya adalah pria dan ada yang berbeda dari tatapan mereka. Cara mereka menatap saya sama seperti ketika saya menatap seorang wanita. Dari pengalaman saya masuk ke klab mana pun, saya tidak pernah mendapatkan pehatian sebesar ini. Ketika saya masuk, di situlah saya menyadari bahwa ini adalah sebuah klab gay. Awalnya saya kaget sekali.
kita tidak bisa memilih siapa yang tertarik pada kita, tetapi kita bisa memilih bagaimana kita akan menyikapinya.
Namun, saya sudah terlanjur berada di situ dan ada fenomena menarik di depan mata saya dan ini tidak setiap hari saya jumpai di kehidupan sehari-hari. Akhirnya saya memutuskan untuk tetap berada di sana karena saya ingin tahu sisi kehidupan yang jarang dibicarakan oleh orang-orang.
Sambil menikmati musiknya, saya melihat semua kegiatan yang terjadi di klab ini sama seperti klab-klab lain, kok, tetapi orang-orangnya saja yang berbeda. Jika di klab lain ada lelaki yang merangkul seorang perempuan, di klab ini berbeda. Namun, jenis kegiatannya masih sama saja.
Saat berada di klab itu, ada beberapa yang mendekati saya. Saya rasa ini wajar. Para pria pun suka mendekati wanita bila berada di klab, begitu juga mereka. Awalnya salah satu dari mereka memberikan senyum yang ramah kepada saya dan kemudian mulai berjalan mendekati saya.
Pemahaman adalah salah satu kunci seseorang untuk tidak memberikan penghakiman.
Ketika berada di depan saya, ia berkata dengan nada yang begitu ramah, “Boleh kenalan? Baru pertama kali ke sini ya?”
Saya menjawab pertanyaannya dan setelah itu kami pun mulai ngobrol tentang pekerjaan dan pengalaman. Ketika saya mengatakan bahwa saya bukan gay, ia pun heran.
“Lalu apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya.
“Saya diajak oleh klien saya. Lagipula saya enjoy kok. Musiknya enak.” jawab saya.
Mendengar itu, ia tidak mencoba melakukan tindakan yang tidak sopan dan tetap menghormati saya. Pengalaman ini menjadi sebuah pengalaman menarik buat saya.
***
Irfan Efendi kini berprofesi sebagai personal trainer di studio kebugaran Fitness First, Grand Indonesia. Pengalamannya sebagai personal trainer sudah dilakukan selama 6 tahun, walaupun ia memiliki latar belakang pendidikan Perdagangan Ekonomi. Di waktu senggangnya, pria kelahiran 3 September 1984 ini gemar mendengarkan musk. Kelompok musik kegemarannya adalah Noah.
BE A HERO, PARTICIPATE! Anda dapat berbagi pengalaman terkait dengan komunitas LGBT Indonesia. Baca langkah-langkah pengiriman kisah di menu Share Your Story. Kisah Anda akan menjadi bukti nyata akan masyarakat Indonesia yang inklusif dan berpikiran terbuka.
No Responses to “Pengalaman Irfan Kunjungi Gay Bar”