Aku tidak punya rencana khusus saat harus coming out kepada orangtua. Pada pagi itu, aku merasa harus mengatakan kepada orangtua. Tiba-tiba ada sebuah rasa keberanian yang muncul, sehingga aku merasa harus mengatakan kepada mereka sekarang.
Aku langsung pergi menghampiri kamar tidur papa dan mama. Saat itu mereka masih di tempat tidur. Kamar masih gelap, hanya diterangi sinar matahari yang mengintip lewat jendela kamar. Aku kemudian naik ke tempat tidur dan duduk bertiga bersama mereka. Aku mulai mengatakan perasaanku kepada mereka. Aku mengatakan aku lebih bahagia menjadi seorang wanita. Aku juga mengatakan bahwa aku sangat mencintai mereka. Aku dilahirkan berbeda dan keadaanku yang seperti ini bukanlah kesalahan orangtuaku. Namun, jika aku harus terus menjalani kehidupan sebagai pria, aku bagai hidup terpenjara. Aku lebih baik mengakhiri hidupku jika harus hidup menjadi orang lain.
Aku dilahirkan berbeda dan keadaanku yang seperti ini bukanlah kesalahan orangtuaku.
Setelah aku berbicara jujur, ibuku menangis dan memelukku dengan erat. Mama mengatakan bahwa dirinya akan tetap mencintaiku dan menerimaku. Ia meyakinkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja. Ketika aku sudah mengatakan yang sebenarnya, di situlah kali pertama aku merasakan kedekatan dan rasa sayang mama yang sebenarnya pula. Kasih sayang mama dan orangtuaku sangatlah besar. Kasih sayang telah membuahkan penerimaan dari orangtuaku.
Umurku 21 tahun saat aku mengatakan yang sebenarnya mengenai jatidiriku kepada mereka. Saat itu aku baru akan lulus dari Universitas Indonesia. Jika dilihat kebelakang, rasanya saat itu menjadi saat yang tepat jika ingin mengatakan jati diri kepada orangtua. Ketika coming out kepada orangtua, hal yang menjadi perhatian utama keluargaku adalah masa depanku. Di saat aku sudah memiliki gelar pendidikan yang cukup dan bisa mandiri, aku merasa kedua orangtuaku tidak perlu merasa khawatir akan masa depanku. Aku adalah anak yang cerdas dan mandiri. Hal ini sudah kubuktikan semenjak duduk di bangku sekolah.
Aku cukup beruntung semenjak kecil aku tahu apa yang ingin kulakukan dalam hidupku dan bagaimana cara melakukannya. Inilah yang tidak henti kutunjukkan kepada orangtuaku dan orang-orang di sekitar. Sama seperti ketika aku memutuskan untuk meneruskan pendidikanku pascasarjana di Italia, itu tidak akan mungkin terjadi tanpa dukungan orangtua. Dukungan orangtua sangatlah penting, apalagi bagi orang-orang sepertiku.
Ketika aku sudah mengatakan yang sebenarnya, di situlah kali pertama aku merasakan kedekatan dan rasa sayang mama yang sebenarnya pula.
Hidupku adalah untuk membahagiakan kedua orangtuaku. Aku ingin mereka bangga akan diriku. Namun, bangga itu, kan, ada bentuk dan cara yang berbeda-beda. Jika aku tetap menjalani hidup sebagai seorang lelaki, itu pasti akan berpengaruh pada pembawaanku sehari-hari. Aku bisa menjalani hidup dengan setengah hati, menjadi malas-malasan mengerjakan sesuatu, dan itu pasti tidak membuat orangtuaku bahagia. Aku ingin menjalani hidup dengan baik, untukku dan orangtuaku.
Aku melihat, dalam hidup, aku harus berani mengambil risiko dan konsekuensinya. Namun, kita juga harus cermat akan risiko apa yang kita ambil. Ambil risiko yang terkalkulasi, bukan nekat. Saat aku mengatakan kepada orangtuaku mengenai jatidirku, aku sudah siap kalau aku harus meninggalkan rumah. Setidaknya, inilah kejadian yang sering aku dengar dan biasanya ada di televisi. Namun, nyatanya itu tidak terjadi.
***
Dari kecil aku sudah merasakan terlahir berbeda. Aku tidak suka melakukan hal-hal yang biasa dilakukan anak-anak laki-laki usiaku. Jika mereka suka bermain bola, lari-lari, bahkan berkelahi, aku tidak. Aku lebih tenang, lebih kalem. Dari kecil aku suka bermain dengan baju-baju mama, koleksi kosmetik miliknya, dan suka menari serta bernyanyi. Aku lebih bahagia saat melakukan kegiatan-kegiatan itu dibanding apa yang orang lain harapkan aku lakukan.
Orangtuaku juga sempat mengharapkanku tumbuh seperti anak laki-laki lainnya. Sewaktu masih menjadi artis cilik, kedua orangtuaku mengarahkan tema lagu seperti apa yang sebaiknya aku nyanyikan dan film-film seperti apa yang sebaiknya aku mainkan. Aku sempat menyanyikan lagu bertemakan olahraga bola dan bermain dalam sebuah cerita laga. Namun, jika boleh jujur, aku sebenarnya tidak begitu menyukai pilihan-pilihan pekerjaan itu. Aku melakukan itu karena aku menyayangi orangtuaku dan menghormati mereka.
Hidupku adalah untuk membahagiakan kedua orangtuaku. Aku ingin mereka bangga akan diriku. Namun, bangga itu, kan, ada bentuk dan cara yang berbeda-beda.
Kasih sayang dan rasa hormatku kepada orangtua telah membuahkan begitu banyak kesempatan dalam hidupku. Kini, ayahku menjadi teman berbicara ketika aku mengajukan begitu banya pertanyaan mengenai bisnis dan wirausaha. Ayahku juga banyak memberikan saran mengenai karier dan pekerjaan. Mungkin ayahku juga melihat ada sesuatu yang berubah dalam hidupku selepas pembicaraanku dengan mereka. Ayahku menyadari bahwa diriku lebih bahagia.
Setelah jujur dan terbuka mengenai identitasku, aku lebih dekat dengan keluarga. Dahulu, aku menghindari hadir di acara keluarga. Aku merasa ada yang harus aku tutup-tutupi. Kini, itu semua sudah tidak perlu lagi. Kita jadi lebih sering pergi dan menghabiskan waktu dengan mereka. Di satu sisi, mereka menjadi lebih dekat denganku dan aku sudah dapat menceritakan pandangan hidupku tanpa beban. Penerimaan dari keluarga besar juga luar biasa.
Pada suatu ketika, mama bicara kepada aki, paman ayah, mengenai identitasku yang sebenarnya. Mama mengatakan diriku sekarang sudah berubah, gayanya juga sudah berubah. Namun, tangapan aki malah mendukung. Katanya, “Sudah, nggak papa, lagi… Di keluarga memang harus ada satu yang seperti itu….” Mendengarnya aku tidak menyangka dan bahagia sekali.
Setelah jujur dan terbuka mengenai identitasku, aku lebih dekat dengan keluarga.
Semenjak saat itu, aku merasa pintuku terbuka untuk datang ke acara-acara keluarga besar. Awalnya, memang mereka kaget dan bercanda. Katanya, “Ini anaknya yang mana sih? Hahaha…” tetapi aku menanggapinya dengan santai dan ramah pula. Aku datang dari keluarga Sunda yang besar sekali. Buatku, mereka adalah contoh keluarga Indonesia yang beripikiran modern dan inklusif. Mereka melihat diriku bukan sebagai sebuah keanehan. Aku semakin bangga akan keluargaku.
***
Aku merasa coming out itu penting. Terlebih lagi di dalam hubungan keluarga. Dengan menjelaskan identitasku yang sebenarnya dan menjelaskannya dari hati ke hati, keluarga menjadi lebih leluasa menyampaikan hal-hal yang dikhawatirkan. Aku pun juga dapat lebih leluasa dalam menerangkan apa yang aku rasakan dan mereka tidak tahu karena itu hanya aku yang merasakan. Mungkin setelah dijelaskan pun tidak semua orang dapat langsung memahaminya, tetapi yang luar biasa adalah keinginan untuk memahaminya.
Aku merasa coming out itu penting. Terlebih lagi di dalam hubungan keluarga.
Menurutku keinginan untuk memahami adalah tindakan yang membebaskan orang-orang seperti aku dari penghakiman. Keinginan untuk memahami adalah kunci dalam kehidupan yang penuh dengan keberagaman. Indonesia sendiri sebenarnya sudah punya semangatnya. Kita hidup di Negara yang merayakan keberagaman, Bhineka Tunggal Ika. Namun, penerapannya memang membutuhkan pemikiran yang terbuka. Aku, sih, optimis Indonesia dapat menjadi contoh masyarakat yang menghargai keberagaman. Karena buktinya sudah ada.
***
Dena Rachman mendapatkan gelar sarjana dari Universitas Indonesia di bidang komunikasi periklanan dan memutuskan untuk meneruskan pendidikan MBA Design Fashion and Luxury Goods di Alma Graduate School University of Bologna, Italia. Korespondensi dengan Dena dapat dilakukan melalui twitter @DENArachman.
BE A HERO, PARTICIPATE! Anda dapat berbagi kisah Anda saat melela dan menceritakan bagaimana orang-orang yang Anda cintai mampu menerima diri Anda dengan baik. Baca langkah-langlah pengiriman kisah di menu Share Your Story. Kisah Anda akan menjadi bukti nyata akan Indonesia yang inklusif dan berpikiran terbuka
One Response to “Dena Rachman Bahagia Jadi Diri Sendiri”
June 9, 2017
Klaravery nice post, i definitely enjoy this excellent site,
continue it