Hai! Perkenalkan nama ku Rizki Julianto Wibowo. Saat ini aku berumur 18 tahun dan aku seorang gay.
Aku merasakan ada yang berbeda dalam diriku sejak aku berumur 4 tahun. Aku merasa lebih menyukai hal-hal yang feminin dan senang memandangi laki-laki yang berperan di televisi. Saat remaja, aku pun mencoba melupakan soal ketertarikan ku terhadap pria. Aku mencoba membohongi perasaanku dan membohongi wanita dengan menjadikannya pacar. Itu terus berlangsung selama masa SMP.
Namun saat aku duduk di masa SMA, aku merasa menjadi orang yang bodoh karena selalu menipu perasaanku dan menipu perasaan wanita yang aku pacari. Tak jarang aku menyakitinya dengan sifat cuekku.
Aku mencoba membohongi perasaanku dan membohongi wanita dengan menjadikannya pacar.
Akhirnya aku mencoba membuka diri pada dunia melalui Twitter. Melalui akun media sosial inilah aku pertama kali membuka identitasku kepada dunia. Di sanalah akhirnya aku menemukan cinta pertamaku. Seorang pria. Jujur, ketika aku mencoba menyayanginya, tak ada penolakan batin dalam diriku. Rasanya seperti lelaki lain yang menyukai wanita, begitu alami. Aku merasa inilah aku yang sebenarnya.
***
Suatu ketika akun Twitter-ku tersebar melalui broadcast BBM tanpa aku ketahui siapa membuat pesan broadcast itu. Fitrahku pun terbongkar seperti sebuah skandal saat aku masih duduk dikelas XI SMA.
Saat itu aku merasa tertekan. Aku tak punya rasa percaya diri lagi. Aku takut ke sekolah. Aku takut menghadapi setiap kenyataan yang akan terjadi nanti disekolah. Sepuluh hari kurasa sudah terlalu lama untuk aku terus bersembunyi. Aku harus menghadapi masalah bukan menjauh dari masalah.
Namun saat aku duduk di masa SMA, aku merasa menjadi orang yang bodoh karena selalu menipu perasaanku dan menipu perasaan wanita yang aku pacari.
Benar seperti dugaanku. Aku merasa seperti diasingkan dimana pun aku berada. Sebagian teman-teman sekelasku merasa takut denganku, sebagian lagi ada yang memberikan tatapan menjijikan seolah-olah aku ini sebuah sampah yang tak berguna. Mereka pun memberikan aku tempat duduk sendiri di pojok belakang kelas. Tapi aku hanya bisa menerimanya tanpa banyak mengeluh karena tujuan ku sekolah adalah untuk belajar bukan untuk mengeluh pada keadaan.
Fitrahku pun terbongkar seperti sebuah skandal saat aku masih duduk dikelas XI SMA.
Walaupun aku tak punya banyak dukungan dari lingkungan sekitar, aku tetap berusaha membangun semangatku sendiri. Setiap harinya kujalani dengan semangat yang kutanam dalam diriku sendiri. Beruntungnya aku masih memilliki lima orang sahabat wanita yang selalu menghiburku.
***
Aku pun merasakan arti melela dan makna di balik intimidasi yang sering aku hadapi. Intimidasi membuatku lebih tegar dan kuat menjalani hidup, aku tak pernah menyesali apa yang terjadi kemarin. Melela pun membuatku tahu siapa saja yang pantas disebut sahabat dan yang bisa menerimaku apa adanya.
Sebagian teman-teman sekelasku merasa takut denganku, sebagian lagi ada yang memberikan tatapan menjijikan seolah-olah aku ini sebuah sampah yang tak berguna.
Saat menjelang Ujian Nasional (UN) tingkat SMA aku menulis surat untuk kedua orangtuaku. Surat itu berisikan permintaan maaf, ucapan terimakasih, dan kejujuran ku bahwa aku seorang gay. Dengan kata lain aku melela.
Setelah UN usai ibuku memintaku duduk dihadapannya. Pagi itu ibu membahas perihal surat yang kutulis. Ia menanyakan soal orientasi seksualku. Aku mengiyakan apa yang tertulis di surat itu. Ibuku menangis dan memohon untuk aku berubah. Aku pun diusir dari rumah. Sempat terpikir olehku untuk terjut kelintasan rel kereta di stasiun Depok Baru. Namun akal sehatku segera kembali.
Aku pun diusir dari rumah. Sempat terpikir olehku untuk terjut kelintasan rel kereta di stasiun Depok Baru.
Peristiwa itu tentunya membuatku bingung, di mana aku harus tinggal? Tapi aku teringat pada situs Melela dan cerita dari Wisesa. Kami hampir memiliki latar belakang cerita yang sama. Akhirnya aku menghubungi Lembaga SuaraKita dan aku pun ditolong oleh lembaga tersebut untuk tinggal beberapa waktu sambil menunggu pihak SuaraKita untuk berbicara dengan ibuku.
***
Selama dua minggu aku berada di lembaga itu. Aku sangat berterima kasih kepada seluruh teman-teman di SuaraKita dan Mba Susan yang sudah kuanggap ibuku sendiri. Pada akhirnya aku memilih kembali ke rumah karena aku harus mengurus perkuliahanku.
Aku mencintai kedua orangtuaku walaupun seberapa kerasnya mereka.
Akhirnya aku menghubungi Lembaga SuaraKita dan aku pun ditolong oleh lembaga tersebut untuk tinggal beberapa waktu sambil menunggu pihak SuaraKita untuk berbicara dengan ibuku.
Reaksi pertama orangtua terkadang bukanlah reaksi sesungguhnya. Aku kini hanya fokus dengan kuliahku dan cita-citaku untuk menjadi orang yang berarti agar kutemukan arti dari kehidupanku. Melela memberikan ku kelegaan batin dan pikiran. Setidaknya mereka tahu bahwa inilah aku yang sebenarnya dan yang mencintai keluarga kecilku tanpa berharap balasan cinta yang sama.
***
Rizki Julianto Wibowo lahir di Jakarta pada 20 Juli 1997. Ia adalah anak pertama daru dua bersaudara. Sewaktu mengirimkan cerita ini, Rizki adalah seorang mahasiswa Sastra Rusia di Universitas Indonesia. Ia memiliki segudang prestasi, di antaranya adalah Finalis Duta Wisata untuk Kabupaten Bogor 2014 dan Ambassador Kota Bogor untuk program sosialisasi kesehatan GueBerani. Pengagum Nelson Mandela ini gemar membaca novel dan olahraga berenang. Sapa Rizki Julianto Wibowo melalui akun Twitter @RealRizki_jw.
BE A HERO, PARTICIPATE! Anda dapat berbagi kisah Anda saat melela dan menceritakan bagaimana orang-orang yang Anda cintai mampu menerima diri Anda dengan baik. Baca langkah-langkah pengiriman kisah di menu Share Your Story. Kisah Anda akan menjadi bukti nyata akan Indonesia yang inklusif dan berpikiran terbuka
Kisah Wisesa dalam cerita di atas bisa dibaca di link ini.
One Response to “Rizki Enggan Berbohong”
January 22, 2016
Sulung Lahitani MardinataDear, admin Melela.org
Saya ingin bertanya. Apakah pengalaman teman-teman yang melela diedit dulu sebelum di-publish di sini? Soalnya, saya masih sering menemukan typo di sana-sini. Jujur, itu agak mengganggu saya yang perfeksionis dalam membaca. Hehe
Kalau memang terlalu sibuk, jika berkenan, saya bersedia membantu mengedit pengalaman teman-teman yang sudah melela. Kalau tidak, tolong lebih teliti. Terima kasih