Di perusahaan yang saya pimpin, saya banyak bertemu dengan komunitas LGBT. Saya punya seorang rekan kerja di kantor, sewaktu main ke rumah saya umurnya masih 22. Ia datang bersama seorang lelaki, dan ia memperkenalkan kepada saya, “Mbak Aida, kenalin ini pacar aku…” dengan nada yang bangga.
Lalu saya pikir, wow! Anak ini hebat banget!
Saya dan mama saya bekerja di bidang yang sama. Semenjak saya kecil, mama saya sudah memperkenalkan teman-temannya kepada saya. Dari mulai penari, penata rias, desainer, koregrafer, hampir semuanya mama kenalkan kepada saya. Mama pun tidak menutup-nutupi identitas mereka. Kalau saya bertanya tentang teman-teman mama, ia bisa menerangkan dengan nada yang santai, “Om itu kan pacarnya om ini.” Saya pun dari dulu bisa bermain dengan teman-teman mama. Dari dulu saya tidak pernah menganggap mereka manusia-manusia yang aneh karena mama membiarkan saya melihat kreasi dan pekerjaan mereka.
Saya tidak bisa membayangkan dunia fashion tanpa mereka. Pasti akan membosankan sekali, ya? Mereka adalah orang-orang yang tidak hanya produktif, tetapi juga kreatif. Saya juga memperkenalkan mereka kepada anak saya di rumah, Jade.
Saya ingin Jade mengenal kehidupan yang beragam semenjak ia masih kecil. Saat ini umurnya delapan tahun. Dia pun kadang-kadang suka bertanya tentang teman-teman saya, “Mom, he’s gay, right?” katanya. Ia ternyata sudah mengenal mengenai kosakata ‘gay’. Menanggapi hal tersebut, saya ingin dapat menjelaskan pemahaman ini ke padanya dengan baik. Di sini saya bisa menjelaskan mengenai makna kebhinekaan kepadanya. Saya ingin ia mengetahui bahwa gay bukanlah sesuatu yang negatif, saya menceritakan banyak insan-insan gay yang produktif, inovatif, dan kreatif.
Salah satu hal yang saya ajarkan kepada anak saya adalah perbedaan antara gay dan lelaki feminin.
Seseorang memiliki sifat feminin dan seorang gay adalah dua hal yang berbeda. Menjadi gay tidak harus feminin, dan begitu juga sebaliknya. Inilah yang saya ajarkan kepada anak saya. Saya ingin anak saya memiliki pemahaman yang tepat mengenai LGBT. Jadi, jika suatu saat ia dewasa dan terjun ke masyarakat, ia mampu memahami manusia dengan utuh.
***
Bicara mengenai lesbian dan gay, saya pun memiliki pengalaman yang membuat beberapa orang menyangka saya seorang lesbian. Pengalaman itu datang ketika saya masih sekolah. Dulu ada seorang teman wanita dari sekolah lain. Dia mengakui dirinya seorang lesbian. Kebetulan ia bermain dengan teman-teman saya. Dari awal melihatnya, ia memiliki penampilan yang berbeda dibanding teman-teman wanita saya yang lain. Saya menyukai perhatian yang diberikannya. Kami pun berteman dan menjadi dekat. Seperti layaknya anak kecil, kedekatan dengannya saat itu artinya main game dan mendengarkan lagu bersama. Tidak ada yang serius. Namun, beberapa orang menyangka kami adalah sepasang kekasih.
Pengalaman yang serupa saya alami terjadi ketika saya lulus SMA. Setiap pengalaman kedekatan saya dengan wanita tidak pernah bersifat seksual, mereka menghormati saya. Saya menyukai perhatian yang diberikan. Kasih sayang yang diberikan jauh melebihi para pria yang pernah dekat dengan saya saat itu. Kepedulian yang diberikan dan dukungan membuat saya nyaman dengannya. Saking dekatnya, hubungan kami seperti sepasang kekasih dan itu berjalan selama satu tahun.
Namun, saya tahu bahwa diri saya bukanlah seorang lesbian. Walau saat menjalani hubungan dengan wanita pun, saya tahu diri saya bukanlah seorang lesbian. Saya tidak pernah menjadi seorang lesbian.
Sayangnya, karena dua pengalaman tersebut, banyak orang yang menyangka saya seorang lesbian. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, saya mendapatkan penghakiman dari beberapa orang. Hal itu terjadi sampai hari ini. Prestasi apa pun yang saya lakukan, orang suka mengaitkan saya sebagai seorang lesbian. Ini tidak adil jika melihat manusia hanya dengan satu dimensi saja.
Pengalaman ini membuat saya memahami begitu beratnya hidup yang harus dialami seorang gay dan lesbian. Kejadian ini membuat saya berpikir: apakah seorang wanita tidak boleh memiliki kawan dekat seorang lesbian? Jika masyarakat akan berasumsi saya seorang lesbian hanya karena memiliki kawan lesbian, apakh artinya hidup sebagai lesbian artinya hidup dalam kesepian? Dikucilkan?
Saya percaya setiap orang memiliki kekuatan untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Buat saya, hal yang bisa saya lakukan adalah memaafkan orang-orang yang menghakimi saya. Penghakiman yang mereka berikan kepada saya membuat saya untuk tidak menghakimi mereka yang memang terlahir sebagai gay dan lesbian. Saya diberikan perspektif yang lebih baik tentang bagaimana cara memperlakukan orang lain. Saya tahu seperti apa rasanya dihakimi.
Lelaki dan wanita melihat hubungan dengan perspektif yang berbeda.
Bagi saya yang seorang wanita, perhatian dan kasih sayang adalah hal yang penting. Pada akhirnya pun, kedua hal ini lah yang penting, tidak masalah dari mana perhatian dan kasih sayang ini datang. Saya yakin, saya bukanlah satu-satunya wanita yang memiliki pengalaman ini.
Saat ini saya telah dikaruniai hidup yang bahagia dengan seorang suami dan anak perempuan yang saya cintai. Saya juga dikaruniai pekerjaan yang saya cintai dan sahabat-sahabat yang mencintai saya, gay ataupun lesbian.
***
Salah satu sahabat saya yang dilahirkan berbeda adalah Tri Handoko. Ia adalah seorang gay, desainer, dan tahun ini menjabat sebagai ketua Trend Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI). Persahabatan kami dimulai belasan tahun lalu, ketika Tri Handoko masih berdomisili di Bali. Saat itu IPMI menggelar trend show yang diselenggarakan Gedung Bidakara. Tahun persisnya saya lupa, tetapi pasti lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Trend show saat itu adalah salah satu yang terbaik. IPMI menyelenggarakannya dengan begitu spektakuler, bahkan dibagun dua panggung untuk acara tersebut.
Di acara itulah saya ingat pertama kali diperkenalkan dengan Tri Handoko. Kesan pertama kali bertemu Tri Handoko adalah ia sosok yang manis dan mudah dijadikan teman. Saat itu ia masih berdomisili di Bali. Saya diperkenalkan oleh salah satu desainer berbakat lain yang juga berdomisi di Bali, bernama Irsan. Saya kenal Irsan terlebih dahulu. Saat itu Irsan sedang mengeluarkan koleksi yang sangat brilian, ia menciptakan rok yang dikreasikan dari bahan sarung. Potongannya androgini sekali, bisa dikenakan oleh pria dan wanita, tergantung pemadanannya.
Salah satu orang yang mengenakan koleksi Irsan ini adalah Tri Handoko. Sepertinya Tri Handoko menyadari bahwa saya terkesan sekali dengan apa yang ia kenakan, tetapi tetap berusaha untuk sopan. Tri Handoko bisa membaca mata saya. Tidak lama kemudian, baru belum lama kenal, Tri Handoko memberikan salah satu koleksi sarung Irsan kepada saya. Rasanya gembira sekali.
Bayangkan, saya tidak menyangka seseorang yang belum saya kenal akrab bisa sebegitu peka dan perhatian terhadap saya.
Dari situlah persahabatan kita bermulai. Setiap ke Bali, saya berusaha untuk mampir ke rumah Irsan, dan di situ ada Tri Handoko. Dari pertemuan-pertemuan itulah saya mulai mengenal Tri Handoko lebih dalam. Saya menjadi bagian dari orang-orang yang memberikan dukungan kepadanya. Saat ia ingin merencanakan balik ke Jakarta, ia sempat meminta pendapat saya.
Sebuah show adalah cara yang yang tepat untuk memperkenalkan Tri Handoko kepada pasar Jakarta. Lalu kami memikirkan show seperti apa yang akan dilaksanakan untuk Tri Handoko. Dengan dana yang terbatas, kami mencarikan cara bagaimana menyelenggarakan show yang bisa diingat oleh para undangan.
***
Film Arisan adalah salah satu momen yang mengubah hidup saya. Sebelumnya tidak pernah terpikir untuk muncul dalam sebuah film. Tetapi saat itu Nia Dinata memberikan saya kesempatan untuk bermain film dan saya menerimanya. Saat itu Arisan ingin dibuat sebagai film yang fashionable, oleh karena itu, saya pun berusaha memperkenalkan beberapa nama yang dapat menjadikan film Arisan semakin fashionable.
Salah satu nama tersebut adalah Tri Handoko. Saya tanyakan Tri Handoko apakah bersedia bekerjasama dengan film Arisan. Tri Hadoko setuju. Lalu ia pun membuatkan sebuah gaun hitam yang begitu elegan untuk Cut Mini. It was a beautiful long black dress!
Setelah film Arisan keluar, rasanya hidup saya sedikit berubah. Saya yang tadinya hanya bekerja untuk dunia fashion, tiba-tiba masyarakat di luar dunia fashion mulai mengenal nama saya. Akibatnya, saya jadi harus menghadiri beberapa acara di luar dunia fashion.
Semakin banyak acara yang harus saya datangi, semakin bingung akan apa yang harus saya kenakan. Di situlah Tri Handoko muncul kembali sebagai seorang sahabat.
Pada suatu kesempatan ia mengatakan, “Da, kalo kamu harus datang ke acara-acara dan bingung mau pakai baju apa, bilang saja sama aku. Aku mau, kok, bikinin baju buat kamu.”
***
Setelah sekian lama mengenai Tri Handoko dan menjadi sahabatnya. Persahabatan kami dibangun bukan sebagai persahabatan yang ‘kejar tayang’. Maksudnya, selama ini saya memahami makna sahabat sebagai seseorang yang harus sering bertemu, harus terus berkomunikasi, harus setengah mati mempertahankan persahabatan. Namun, Tri Handoko membingkiskan makna persahabatan lain untuk hidup saya.
Kami mungkin tidak selalu bertemu atau berkomunikasi. Tetapi, di saat-saat penting, ia selalu ada buat saya. Keinginannya untuk membantu film Arisan tanpa jaminan film ini akan sukses, lalu perhatiannya membuatkan baju untuk saya setahun penuh, adalah beberapa potongan persahabatan kami yang bisa saya ceritakan di sini.
Sebagai seorang sahabat, Tri Handoko tidak pernah menghakimi saya.
Tri Handoko selalu menerima saya apa adanya. Sebagai seorang manusia, saya memiliki kekurangan, saya memiliki kesalahan, terkadang kelakuan saya suka ngaco. Tetapi ini tidak pernah menjadi masalah untuk persahabatan kami. Kita tidak pernah berhenti bersahabat! Kita nggak pernah kapok satu sama lain. Menurut saya, Tri Handoko sayang sama saya. Dan saya pun begitu.
***
Aida Nurmala kini memimpin sebuah perusahaan humas dan event organizer bernama Studio One yang telah berdiri sejak 1975. Aida Nurmala telah menikah dengan Yudha Budhisurya dan dikarunai satu orang puteri bernama Jade. Pamilik akun twitter @a1da_nurmala ini mulai dikenal publik semenjak ia memerankan film Arisan (2003) dan Red CobeX (2010), serta beberapa film lain. Namanya pernah masuk menjadi nominasi Piala Citra Festival Film Indonesia pada 2004.
BE A HERO, PARTICIPATE! Anda dapat berbagi pengalaman terkait dengan komunitas LGBT Indonesia dengan mengirimkannya melalui e-mail ke contact@melela.org. Baca langkah-langkah pengiriman kisah di menu Share Your Story yang terdapat di bagian atas halaman ini. Kisah Anda akan menjadi bukti nyata akan masyarakat Indonesia yang inklusif dan berpikiran terbuka.
No Responses to “Persahaban Tidak ‘Kejar Tayang’ Khas Aida Nurmala”