Ketika masih kecil, aku tidak mengenal apa itu gender, ras, maupun orientasi seksual. Yang kukenal hanyalah teman, aku menganggap semua orang di lingkunganku adalah teman.
Pada saat duduk di bangku SD, tentu aku suka bermain dengan anak perempuan maupun laki-laki sebayaku, namun aku cenderung lebih nyambung dengan beberapa anak perempuan. Sampai-sampai waktu aku duduk di bangku kelas 4 SD, guruku memaksaku untuk bergaul dengan anak laki-laki yang tidak kuanggap asik pada saat itu.
Bayangkan saja gimana rasanya saat kau harus pergi ke kantin dan makan saat istirahat dengan orang yang kurang kau sukai, ya rasanya membosankan dan payah sekali.
Saat itu dan aku berfikir bahwa aku memiliki hak untuk berteman dengan siapa saja yang kuinginkan, dan aku masih memiliki kewajiban untuk menghormati anak-anak yang lainnya. Untuk memilih teman, aku tidak membedakan mereka dari ras, latar belakang keluarga, gaya rambut, atau apapun. Jika mereka dapat berbaur denganku maka aku pun dapat berbaur dengan mereka, cukup sesimpel itu. Bahkan aku memiliki teman yang secara genetic autis.
Aku menganggap semua orang di lingkunganku adalah teman.
Lalu tibalah saatnya aku mengenal dan merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. Dia adalah teman sekelasku, mungkin bisa dibilang dia anak laki-laki paling populer di kelasku, dan aku menutup mulutku serapat-rapatnya hingga tidak ada yang tau mengenai hal ini.
Ya saat itu aku memiliki ketertarikan secara emosional kepada anak laki-laki. Namun aku tidak merasa aneh saat itu. Lalu aku mulai merasa aneh ketika aku disuapi oleh kalimat-kalimat seperti “Anak laki-laki nanti kalau sudah besar menikah dengan perempuan lalu punya anak dan membangun keluarga bahagia,” dan semacamnya. Aku mulai merasa aneh terhadap diriku, aku mencoba untuk tidak mempedulikannya namun rasanya sulit sekali. Lalu aku pun lulus dari bangku SD dan memasuki dunia SMP.
***
Aku bersekolah di SMP negeri, dan lingkungannya itu berbeda sekali dengan SD-ku yang swasta. Aku pernah dimusuhi hampir sekelas karena aku membela temanku yang kondisinya pada saat itu sedang duduk di korsi roda. Aku juga pernah mendapatkan masalah karena aku menggunakan baju koko pada hari Jumat. Aku memang beragama nasrani namun menggunakan baju koko pada hari Jumat itu kulakukan untuk menghormati kaum muslim yang tentunya mayoritas di sekolahku. Setelah kejadian itu aku tidak pernah memakai baju koko lagi, dan memakai seragam putih biasa. Ya aku memilih untuk cari aman saja.
Saat naik kelas semuanya berubah, mungkin karena proses menuju kedewasaan juga. Saat kelas 8 itu aku hanya memiliki 12 teman laki-laki satu angkatan dan banyak teman perempuan. Terkadang saat aku sedang jajan di kantin dengan teman perempuanku, terdengar sindiran tajam seperti “banci lewat” dan rasanya sakit sekali jika mendengar kalimat itu keluar dari mulut seseorang yang kutaksir. Banyak hal yang seharusnya tidak diterima oleh anak berumur 13-15 yang kualami saat itu, namun aku tidak terlalu mempedulikannya. Saat kelulusan, aku memliki 1 sahabat dan lucunya kami tak pernah duduk di kelas yang sama. Aku biasa memanggilnya Anggie, kami dipertemukan di pelajaran agama Kristen protestan.
Terdengar sindiran tajam seperti “banci lewat” dan rasanya sakit sekali jika mendengar kalimat itu keluar dari mulut seseorang yang kutaksir.
Saat kelulusan itu aku merasa aku harus mengubah segala situasi di hidupku, aku berfikir sampai kapan aku akan bersembunyi terus? Akhirnya aku memutuskan untuk melela secara bertahap, karena itulah satu-satunya cara untuk membebaskanku dari dunia yang gelap.
Oiya saat itu aku sedang menjalin hubungan LDR dengan orang berkewarganegaraan asing, dan saat itu kami sudah menjalin berhubungan selama 1 tahun. Aku menceritakan tentang hubunganku kepada Anggie. Dia memang sempat bingung karena aku sempat luar biasa gugup sehingga tidak bisa berkata-kata dengan jelas saat menceritakannya, dan ahirnya dia mengerti. Awalnya memang ada perdebatan di antara kami, tetapi dia ahirnya mau membuka hati dan pikirannya. Sampai sekarang pun kami masih bersahabat.
***
Lalu naiklah aku naik ke bangku SMK. Semuanya terasa seperti di-restart. Sangat segar, dan aku akan memanfaatkannya untuk mengubah hidupku. Waktu smp aku di-bully, dikucilkan, dan bahkan tidak dianggap, maka sekarang aku harus mengubah semua hal itu.
Pada saat kelas 10, aku pertama kali melela ke teman terdekat ku bernama Denada. Dia malah mau membantuku untuk melela secara besar-besaran. Akhirnya aku berhasil melela kepada semua teman sekelasku. Tanggapan positif dan negatif kuterima, namun semuanya kuterima dengan lapang dada. Tak lupa kuberikan juga referensi-referensi kepada mereka agar mereka lebih memahami lagi apa itu orientasi seksual.
Aku pun putus dengan pacar LDR-ku beberapa hari setelah melela ke teman-temanku. Namun Denada membantuku melewati itu, Anggie juga turut ikut serta melalui Line. Setelah beberapa bulan hidup bahagia di SMK, aku naik kelas dan mulai dekat dengan seseorang pria dari satu sekolah yang sama. Aku mulai mengetahui keberadannya ketika MOS. Kami memang beda jurusan, tetapi ketika MOS, dia sempat duduk di belakangku. Inilah awal dari hubungan kami.
Tanggapan positif dan negatif kuterima, namun semuanya kuterima dengan lapang dada.
Hubungan kami semakin dekat dan akhirnya aku merasa nyaman untuk melela kepadanya. Dia pun mengatakan bahwa dia adalah pria biseksual, memiliki kecenderungan menyukai laki-laki dan perempuan. Dan ternyata kami saling suka. Akhirnya kami pun mengikatkan tali komitmen dan berpacaran. Hubungan kami dijalani dengan diam-diam dan rahasia, karena dia belum siap membuka identitasnya. Aku harus menghormatinya. Namun karena keteledoranku, seluruh sekolah jadi mengetahuinya. Teman-teman sekelasku sangat senang dengan kabar itu, namun tidak dengan teman-teman dekat pacarku, mereka rela melakukan segala hal untuk merusak hubungan kami, hingga terdengar berita itu di telinga guru-guru sekolahku. Wali kelasku dan beberapa guru membelaku, tetapi guru bimbingan konselingku tidak. Suatu hari saat pelajaran komputer grafis, aku dipanggil oleh wali kelasku ke ruang rapat, dan dia menyampaikan kabar bahwa dia telah berbicara dengan pacarku dan pacarku menitipkan pesan agar bertemu dengannya saat pulang nanti. Wali kelasku mengatakan bahwa guru bimbingan konseling tidak mau ada hal seperti ini di sekolah kami, ia ingin aku memutuskan hubunganku dan hatiku sangat sakit. Aku tidak kuasa menahan air mata.
Wali kelasku berkata, “Saya sudah mencoba membelamu, kamu anak yang baik di sekolah ini, kamu tidak pernah melakukan hal yang buruk, beberapa guru lain pun juga berfikir demikian. Bapak bakal tetap mensupport kamu apapun yang terjadi karena mau bagaimana pun kamu tetap murid saya.” Menangislah aku sejadi-jadinya, perasaan antara terharu semuanya tercampur.
Akhirnya bel pulang pun berdenting, aku bertemu dengan kekasihku. Dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami, dengan alasan dia cemas jika temannya ada yang memberitahukan kepada orangtuanya maupun keluarganya. Aku memang tidak dekat dengan ibunya, namun kami memiliki hubungan baik.
Pada saat itu yang bisa kukatakan adalah “Aku menghormati keputusanmu, jika ini yang terbaik buatmu, baiklah. Tapi jangan salahkan aku jika setelah ini aku menutup diri, karena aku butuh waktu untuk mengobati luka didalam hatiku”.
Dia sempat ucapkan “kita akan tetap berteman,” tetapi itu tidaklah cukup untuk menyatukan kepingan hatiku yang hancur saat itu. Ya, saat itu aku merasa hancur berkeping-keping, aku kebanyakan bengong saat di sekolah maupun di rumah, aku bahkan melukai diriku sendiri. Itu sudah menjadi kebiasaan burukku saat aku depresi, teman-temanku mencemaskan kondisi ku saat itu. Aku sedih karena aku berfikir, apa ada hal buruk yang pernah kulakukan pada mereka sehingga mereka tidak mau menerimaku? Aku berusaha untuk menjadi orang baik namun seperti ini jadinya.
Aku sedih karena aku berfikir, apa ada hal buruk yang pernah kulakukan pada mereka sehingga mereka tidak mau menerimaku? Aku berusaha untuk menjadi orang baik namun seperti ini jadinya.
Hari berganti hari ahirnya aku pun bisa melewati hal itu dengan segala beban lain yang kupanggul. Segalanya kembali seperti biasa. Namun beberapa anak laki-laki dari jurusan lain terkadang menggodaku seperti, “Chris mau balikan sama A ga?” Namun aku hanya merespon mereka dengan senyuman hangat dan kembali melanjutkan aktivitasku. Menanggapi umpatan mereka dengan umpatan lain hanya akan membuat diriku sama saja dengan mereka. Aku ingin menunjukkan bahwa aku lebih baik dari mereka.
***
Pada ahirnya aku memutuskan untuk melela ke orang tuaku. Aku sempat takut jika aku tidak diterima orang tuaku, kemanakah aku harus pergi? Kakek nenekku sudah tidak ada, masih ada nenek dari ibuku namun tempat tinggalnya sangat jauh. Akupun berdoa dan berdoa kepada Tuhan, sampai suatu hari aku mendapatkan pencerahan dari-Nya dan aku memutuskan untuk melela pada tanggal 5 bulan Januari 2015. Namun ternyata hari itu aku berangkat study tour bersama sekolahku. Ahirnya aku meninggalkan pesan yg berisi pengakuanku kepada orang tuaku dan kakaku di atas tempat tidurku, dan kuselipkan foto keluarga kami saat touring menggunakan moge. Aku pun berangkat study tour dan aku duduk di sebelah Denada karena posisi tempat duduk harus sesuai absen. Lalu saat di tengah perjalanan, aku menerima pesan dari mamaku melalui iMessage, ia mengatakan bahwa Ia telah membaca kertas yang kuletakan diatas kasur, “Mama udah memberikan segala sesuatu ke kamu dan ini yang mama terima? Mama
kecewa.”
Lalu aku membalasnya.
“Apa bedanya detik ini dengan 1-2 jam yang lalu? Aku masih menjadi diriku sendiri, Ma, bahkan sejak aku lahir aku tidak pernah dan tidak akan pernah berubah”.
Perdebatan pun tak bisa dihindari, lalu pesan terahir yang mamaku kirim adalah “Berikan mama waktu untuk berpuasa agar dapat pencerahan dari Tuhan”. Lalu aku berdoa dan berdoa di sepanjang perjalananku, tak terasa air mata jatuh membasahi pipiku, dan Denada pun langsung peka dan memelukku sambil berkata, “Sabar Chris, gue ga tau harus ngomong apa, yang bisa gue lakuin cuma tetep mensupport elu. Gue bakal nemenin lu ngelewatin ini, lu pasti bisa”, dia pun mengelus pundakku dan temanku yang duduk di sebelah Denada langsung memberikanku tisu.
Malam itu setelah sampai di penginapan, kondisiku sangat depressed, aku selalu membawa cutter setiap aku bepergian, aku tahu ini kebiasaan buruk. Namun hanya inilah cara untukku menggantikan rasa sakit yang ada di hatiku dengan luka yang ada di fisikku. Saat aku pergi ke kamar mandi dan hendak melukai tanganku yang masih menyisakan bekas luka kemarin. Saat goresan pertama kutekankan pada tanganku, tiba-tiba aku menjatuhkan cutter-nya dan aku mendengar seperti ada yang berbisik kepadaku, suaranya sangat indah sekali “Jangan sakiti dirimu, kamu itu sempurna”. Lalu aku berlutut dan menangis cukup lama sampai teman sekamarku mulai cemas dengan kondisiku. Namun aku tidak baik-baik saja. Setelah kejadian itu aku tidak pernah melukai diriku lagi.
***
Aku pun turut berpuasa Senin Kamis. Sampai ahirnya mamaku berbicara kepadaku membahas tentang identitasku. Ia menekankan bahwa ia sudah mendapat pencerahan dan mamaku meminta maaf kepadaku atas sikapnya kemarin. Lalu akupun meneteskan air mata terharu dan aku mengucap syukur.
Ahirnya aku meninggalkan pesan yg berisi pengakuanku kepada orang tuaku dan kakaku di atas tempat tidurku, dan kuselipkan foto keluarga kami saat touring menggunakan moge.
Hari berganti hari segala hal berhubah menjadi lebih baik, bahkan mama mulai ngegosip denganku dan kami berbagi cerita tentang pria idaman kami masing-masing.
Memang segala hal itu pasti membutuhkan proses, dan dari proses itu, terbentuklah mentalku yang akan terus berkembang dan semakin kuat. Namun mungkin ini baru awal dari perjuangan hidupku, tapi aku sudah menyiapkan mental yang cukup untuk menghadapi rintangan di esok hari.
***
Christian Derek North lahir pada tanggal 25 Desember 1997 di Bogor, Jawa Barat. Ketika mengirimkan ceritanya ke melela.org, ia sedang menyelesaikan pendidikan SMK-nya di bidang Desain Komunikasi Visual. Pria yang mengidolakan Melanie Martinez, Zedd, dan The Beatless ini memiliki kegemaran bermusik dan sedang memproduksi EP (Extended Play) pertamanya sebagai musisi independen. Sapa Chris melalui akun twitter di @vintagetether dan Ask.FM di @chrisdnelson.
BE A HERO, PARTICIPATE! Anda dapat berbagi kisah Anda saat melela dan menceritakan bagaimana orang-orang yang Anda cintai mampu menerima diri Anda dengan baik. Baca langkah-langlah pengiriman kisah di menu Share Your Story. Kisah Anda akan menjadi bukti nyata akan Indonesia yang inklusif dan berpikiran terbuka.
One Response to “Kisah Chris dan Akhir yang Bahagia”
October 25, 2016
Ini cewe ko -nSo proud of you!! Let’s be friend:)))