Kala itu saya masih duduk di bangku SD. Saya sempat dekat dan bahkan merasa tertarik dengan seorang laki-laki yang terlihat manis di mata saya, kami pun pernah sama-sama mengucap tentang ketertarikan satu sama lain. Dia bagai pahlawan bagi saya, di saat banyak sekali orang yang menghina saya karena bentuk tubuh, berat badan saya, dan warna kulit saya yang cenderung coklat, dia malah minta dikenalkan dengan saya.
Di saat banyak sekali orang yang menghina saya karena bentuk tubuh, berat badan saya, dan warna kulit saya yang cenderung coklat, dia malah minta dikenalkan dengan saya.
Selagi duduk di bangku SMA, teman saya mengatakan pada saya bahwa sekarang teman SD saya itu gay. Saya sempat mencari kebenaran dari ucapan teman saya itu, dan ternyata itu semua benar. Awalnya, saya memang kaget tapi saya bukan kaget karena dia sekarang gay melainkan karena kebesaran hatinya untuk melela hampir ke semua orang yang ia kenal. Tidak jarang saya membuka akun profilnya di jejaring sosial, saya melihat banyak sekali orang yang menghina dia. Hati saya sakit sekali, rasanya ingin menangis.
Dia yang dulu menjadi pahlawan bagi saya, kini mungkin telah menjadi pahlawan bagi orang-orang yang dilahirkan dengan keadaan serupa. Mereka hebat karena berani menunjukkan pada publik tentang diri mereka sendiri. Mereka adalah orang yang kuat dan tegar karena tentulah bukan hal yang mudah untuk merubah pola pikir masyarakat Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat Indonesia sudah mulai memiliki pemikiran yang luas dan terbuka dalam berbagai hal termasuk soal LGBT ini. Mungkin kini ada beberapa orang yang mencibir LGBT tetapi tidak sedikit pula orang yang berdiri di samping LGBT. Kita pun tidak bisa menghakimi mereka dengan dasar agama apapun sebab hanya Tuhan Yang Maha Tahu lah yang berhak menilai salah atau benar, kita juga tidak bisa menyamakan cara pandang Tuhan dengan kacamata pribadi kita sendiri.
Dia yang dulu menjadi pahlawan bagi saya, kini mungkin telah menjadi pahlawan bagi orang-orang yang dilahirkan dengan keadaan serupa.
Sekali lagi, kita pun ciptaan-Nya yang tak pernah luput dari dosa dan tidak punya secuil hak pun untuk menilai, menghakimi, bahkan mengucilkan LGBT. Saya yakin mereka tidak memiliki kelainan sehingga harus dijauhi, mereka hanya dilahirkan berbeda. Lesbian, gay, biseks, dan transgender bukan sebuah aib atau koreng yang perlu ditutupi, mereka adalah emas yang tersembunyi di belakang pasir sehingga tidak semua orang dapat melihat betapa berharganya mereka. Saya percaya bahwa kaum LGBT memiliki peran yang besar dalam kehidupan saya maupun orang lain. Bahkan, di dunia pekerjaan, para penulis non-LGBT melela.org pun tidak jarang memuji kinerja para LGBT.
***
Saat saya duduk di bangku SMP adalah saat-saat paling kelam dari perjalanan pendidikan saya. Saya nyaris tidak punya teman saat itu, orang yang mau berdekatan dengan saya pun hanya mampu dihitung oleh satu tangan. Hampir setiap saya berjalan ke kantin, teman-teman sebaya saya yang berperilaku layaknya tidak pernah sekolah itu menyembur saya dengan es batu yang baru saja dia jilat, rasanya itu seperti diludahi orang lain, sangat hina. Sampai saat ini, saya tidak mengerti mengapa mereka melakukan itu pada saya.
Kita pun tidak bisa menghakimi mereka dengan dasar agama apapun sebab hanya Tuhan Yang Maha Tahu lah yang berhak menilai salah atau benar, kita juga tidak bisa menyamakan cara pandang Tuhan dengan kacamata pribadi kita sendiri.
Saya pernah diet mati-matian hingga lambung saya terluka karena saya lelah mendengar cibiran hingga hinaan orang lain hanya karena rambut saya yang keriting, tubuh saya yang tergolong besar, dan kulit saya yang cenderung gelap. Tapi tanpa disangka, beberapa dari mereka yang dulu pernah sangat menyakiti saya datang kepada saya dan meminta maaf atas perbuatan mereka di masa lalu. Oleh sebab itu, saya mengerti betul betapa sulitnya untuk menerima dan berdamai dengan diri sendiri apalagi untuk melela.
***
Teruntuk para LGBT yang belum siap untuk melela pada orang di sekitar anda, janganlah takut tidak diterima karena kalian tidak sendirian. Kalian lah yang dapat menentukan apakah kalian akan diterima dengan berbagai prestasi dan pribadi kalian sendiri. Tenang saja, pemikiran manusia masa kini tidak selebar daun kelor yang hanya menilai anda berdasarkan gay atau tidak, lesbian atau tidak, biseks atau bukan, dan transgender maupun tidak. Sekali lagi saya tekankan, tidak sedikit orang yang berdiri di samping Anda, entah orang itu hanya anda ketahui melalui sosial media atau mungkin orang tua dan kerabat anda.
Saya pernah diet mati-matian hingga lambung saya terluka karena saya lelah mendengar cibiran hingga hinaan orang lain hanya karena rambut saya yang keriting, tubuh saya yang tergolong besar, dan kulit saya yang cenderung gelap.
Di umur saya yang baru menginjak usia 17 tahun pertengahan Juli lalu, saya ingin turut ambil peran dalam menghilangkan penindasan secara mental maupun non-mental pada kaum tertentu khususnya kaum LGBT. Karena dasar itulah saya memberanikan diri mengirim sepenggal kisah pengalaman pribadi saya ini, semoga dapat memberi inspirasi bagi kalian semua.
***
Atalya Debora lahir di Jakarta pada 15 Juli 1997. Gadis yang akrab dipanggil Alya ini sedang mengenyam pendidikan di SMAN 6 Tanggerang Selatan. Alya sempat mengikuti olimpiade MIPA Nasional pada 2004. Penggemar Sherina ini memiliki hobi menulis dan membaca. Intip beberapa karya penulisannya di atalyadebora.blogspot.com. Sapa Alya melalui akun twitter @AtlyaDbra dan ask.FM dengan nama yang sama.
BE A HERO, PARTICIPATE! Anda dapat berbagi pengalaman terkait dengan komunitas LGBT Indonesia dengan mengirimkannya melalui e-mail ke contact@melela.org. Baca langkah-langkah pengiriman kisah di menu Share Your Story yang terdapat di bagian atas halaman ini. Kisah Anda akan menjadi bukti nyata akan masyarakat Indonesia yang inklusif dan berpikiran terbuka.
One Response to “Alya Tahu Rasanya Diintimidasi”
January 24, 2016
aaagosh. what a story.
and you’re such a cinnamon roll, you’re so cute and kind and great. let’s be friends ;;